Kamis, 10 Oktober 2019

Cara Menjadi Penulis Part II by Poppi Pertiwi

HELLO WORLD!

Cara Menjadi Penulis Part II
Written by: Poppi Pertiwi


     
     Hallo kembali lagi di blog Poppi Pertiwi. Kali ini aku akan membahas lebih detail cara menjadi penulis part ke-2.

     Beberapa orang terkadang tidak suka membaca. Beberapa orang pula sangat suka. Dan sebagian orang hanya biasa saja. Dari blog ini aku ingin mengajak banyak orang untuk sadar dengan turunnya minat baca dari berbagai kalangan. Aku juga ingin mengajak generasi ke depan untuk lebih banyak berdiskusi di lingkungan sosialnya seperti berinteraksi dengan sesama juga membaca serta menulis.

     Dari kalian aku menemui pertanyaan yang sangat sering aku dengar dan dapatkan. Pertanyaan umum dari orang-orang (khususnya untuk teman-teman yang ingin menulis Novel). Seperti ini:

     "Bagaimana caranya agar bisa menjadi penulis yang konsisten dan percaya diri?"

     Menjadi penulis. Tidaklah mudah. Tidaklah rumit. Tiap-tiap pekerjaan membutuhkan apa yang disebut "Konsisten" dalam menggarap atau menciptakan sesuatu hal yang baru.

     Bagaimana cara agar konsisten menulis Novel/Cerita/Karangan kita sendiri?

     Pertama. Yang paling mendasar. Tentukan jenis, genre atau bahasan apa yang ingin kamu tulis dalam Novel/Cerita/Karangan yang ingin kamu buat. Tentukan Tema, Judul, Alur Waktu, Alur Tempat, Alur Suasana. Ciptakan kata-kata yang bisa membuat orang yang membacanya seolah ikut masuk dan merasakan apa yang sedang tokohmu alami.

    Kedua. Jangan terburu-buru. Biarkan semuanya berjalan dengan normal. Biarkan semuanya berjalan dengan biasa. Jadikan apa kata orang yang menilai tulisanmu itu untuk menjadikan dirimu menjadi yang lebih-lebih baik ke depannya. Mungkin tidak mudah. Kamu pasti akan merasa down, overthinking, menyalahkan dirimu dan merasa rasa percaya dirimu menghilang seketika saat orang-orang menilai tulisan pertamamu. Tapi percayalah, di tulisan kedua, ketiga dan seterusnya. Tulisanmu akan menjadi lebih baik. Jika kamu mau mengevaluasi diri dan belajar dari kesalahan.

     Ketiga. Untuk menciptakan suasana yang konsisten. Kamu perlu membuat agenda atau hal apa saja yang ingin kamu rangkai untuk Novel/Cerita/Karangan milikmu nanti. Tidak perlu di buku atau note. Cukup ingat dalam kepalamu saja. Bayangkan itu terjadi. Atau bisa juga kamu ketik di word laptop atau ponselmu. Lalu konsistenlah dengan apa yang ingin kamu tulis. Selesaikan satu per satu yaa.

     Keempat. Jangan terlalu dipikirkan. Menulislah ketika kamu merasa ingin. Karena menulis membutuhkan mood yang baik dan keadaan yang tenang. Tapi ada juga orang yang menulis dalam keadaan sedih atau suasana yang ramai. Semua tergantung kenyamaan. Jangan terlalu dikejar. Tapi diusahakan.

     Kelima. Percaya diri. PD sangatlah penting. Ini peran yang sangat besar dalam tulisan atau Novel yang akan kamu buat nanti.

"Ketika kamu merasa minder. Cobalah untuk berbagi dengan orang-orang yang kekurangan."
"Percaya akan kemampuanmu sendiri. Kamu juga bisa."

     Segitu aja dulu untuk blog kali ini. Senang bisa membagi tips ke kalian semua. Untuk yang baca ini jangan lupa untuk ikuti aku terus dan tunggu update-update selanjutnya. Share juga halaman ini ke teman-teman kalian ya. Ingat, percaya diri memiliki peran yang sangat besar untuk tulisanmu.

Salam, Poppi Pertiwi. 

180 DERAJAT: 5. MANTAN

5. MANTAN


"Jadi lo gak mau cerita gitu Sa?"
Perkataan Varra membuat Teresa yang sedari tadi menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan mengintip dari sela-sela jarinya. Mereka bertiga sedang berada di kantin dan duduk di satu meja panjang. Letak meja itu ada di dekat pedagang yang sedang melayani banyak murid yang berebutan membeli nasi.
Rivka menatap Teresa dengan alis mengerut, bertanya-tanya. Ada apa dengannya. Varra yang ditatap Rivka pun hanya mengendikan bahunya, tidak tau. Ia benar-benar tidak tau kan? Dan juga Teresa sedari tadi tidak mau berbicara sejak masuk ke dalam kelas. Setelah keluar dari ruang kepala sekolah tentunya.
Merasa didiamkan meski ditatap oleh Teresa membuat Varra kembali bertanya, "Kalau gitu lo lo pada gak mau makan nih? Kita ke sini mau makan kan? Gue udah laper," keluh Varra. "Gue mau beli siomay. Lo berdua gak makan?"
Teresa merasa mood makannya hilang hari ini. Gimana bisa ia makan kalau pikirannya melayang-layang pada kejadian tadi? Andai ia tidak datang di jam yang sama dengan Raskal. Andai ia tidak manjat dengan Raskal. Andai kejadian tadi tidak di lihat Bu Is. Andai..., ah terlalu banyak kata andai dan Teresa tau penyesalan selalu datang terakhir.
"Gue nggak makan deh. Lo berdua aja," akhirnya Teresa membuka suara.
"Ntar awas lo laper. Inget maag lo pernah kambuh di kelas gara-gara gak makan," peringat Rivka.
"Gak deh. Lo aja berdua."
"Trus lo nontonin kita berdua makan, gitu?" tanya Varra.
"Yah, itung-itung gue ngirit."
"Ngirit-ngirit. Besok aja lo belanja baju di mall."
"Ya udah sih Var. Yuk kita beli makan. Eh Sa kita beli makan dulu ya. Lo jangan kemana-mana. Jagain ni tempat."
"Hm." hanya itu balasan dari Teresa. Perempuan itu lebih memilih diam di tempatnya sambil mengamati keadaan sekitar setelah Varra dan Rivka pergi.
Di sekolahnya hanya ada satu kantin. Dan letak kantin ini ada di belakang, tepat di kawasan kelas X. Oleh karena itu yang merajai kantin ini adalah angkatan Teresa, yaitu kelas XII.
Begitu pandangan Teresa tertuju pada pintu kantin sekolah, tiga cowok baru saja tiba di kantin dengan wajah yang... lumayan terlihat kesal. Tapi itu hanya asumsi Teresa semata. Begitu pandangan Teresa dan Beling bertemu, cewek itu mengalihkan pandangnya.
Cowok itu, mantannya mempunyai sejuta rahasia yang Teresa sendiri tidak pernah ketahui dan pahami. Dulu, sewaktu Teresa masih pacaran dengannya, cewek itu bahkan merasakan bahwa ia tidak mengenal Beling sama sekali yang notabene adalah pacaranya.
"Hai, Sa," sapanya ketika cowok itu berhasil menghampiri Teresa. Dan Teresa tidak bisa bohong pada dirinya sendiri kalau ia selalu menyukai cara Beling tersenyum. "Sendiri?"
"Nggak," katanya dengan nada dijutek-jutekkan. "Sama Varra sama Rivka."
"Gue boleh duduk?"
Teresa ingin menolaknya namun cowok itu sudah lebih dulu duduk di depannya. Yogi dan Saka sudah mengungsi di satu meja dekat mereka. Kedua cowok itu tampak memesan es teh poci di dekatnya. Terus terang, ketika mengingat bagaimana brengseknya seorang Beling membuatnya Teresa kembali merasa muak.
"Sa-"
"Lo ngapain sih duduk di sini?!" tanya Teresa galak.
"Ya kenapa? Lagian boleh-boleh aja kan?" Beling berkata santai. "Gak mau manggil aku Gama lagi?"
Teresa hanya diam. Lebih memilih mendiamkannya mungkin keputusan yang tepat. Nama cowok itu sebenarnya adalah Gamanio Nicholas Martanta. Namun sejak dulu, banyak orang yang memanggilnya Beling atau menyeletuk nama Beling untuknya dan sampai sekarang nama itu terbukti terkenal di mana-mana. Bukan hanya di sekolah ini tapi di kampus dan di sekolah dekat sini cowok itu juga dikenal sebagai sosok yang paling sering dibicarakan.
Oh ingatkan Teresa bahwa Raskal juga.
"Gak usah pake aku-kamu. Basi tau gak?"
"Loh emang kenapa? Dulu waktu kita pacaran kita ngomong pake aku-kamu."
"Itu dulu. Sebelum gue tau gimana brengseknya lo," kata Teresa mencengkram erat-erat roknya yang ada di bawah meja. Sengaja ia menekankan kata brengsek di ucapannya agar Beling sadar betapa tak sukanya Teresa pada cowok itu.
"Oke," Beling memberi jeda untuk mengambil napas sebentar. "Kayanya kita ganti topik aja. Lo gak makan?" tanya Beling, halus. Mencoba mengalihkan pembicaraan yang sempat diungkit Teresa tadi. Namun, Teresa masih diam. Menatap Beling dengan seribu satu rasa benci yang ia tanam pada dirinya sendiri untuk cowok yang ada di hadapannya.
"Lo mau tau jawabannya?" tanya Teresa sambil berdiri. Sumpah, berlama-lama di sini apalagi bersama Beling membuatnya jengkel. "Jawabannya. ENG GAK," kata Teresa lalu pergi meninggalkan Beling.
Rivka dan Varra yang menyaksikan itu dari jauh hanya bisa diam. Tidak mau ikut campur. Beling menatap Teresa dengan pandangan yang hanya dirinya sendiri yang bisa mengerti arti tatapan itu.
Bersalah dan menyesal.
****


 Makasi^^       


180 DERAJAT: 4. ADA APA?

4. ADA APA?

"Eh muka lo kenapa kusut gitu Kal?" tanya Douglas ketika Raskal berjalan menuju ke arah pertigaan koridor kelas X dan XI.
Ada 3 alasan mengapa teman-temannya berdiam di sini. YANG PERTAMA, mereka di sini mau MALAK uang jajan adik kelas dengan embel-embel senior. YANG KEDUA, mau CAPER ke adik kelas. YANG KETIGA, males ke kantin karena sedang ramai.
Lagi pula, siapa yang tidak takut dengan badan besar Douglas? Baru saja mereka, alias adik kelas yang keluar dari kelas itu hendak menuju ke kantin, mereka langsung mengambil jalur pintas agar tidak melewati Douglas, Verrel, dan Gathenk. Sebagian dari mereka pun memilih masuk kembali ke dalam kelas. Benar-benar payah, pikir Raskal.
"Lo kaya habis kena kurang point dari Pak Ahmad," kata Gathenk. "50 apa 100 Kal?" tanyanya.
"Berisik lo Babi," kata Raskal spontan.
"Gue bukan Babi," gerutu Gathenk.
"Ngejawab lagi lo!" seru Raskal tiba-tiba galak.
"Berantem-berantem aja lo berdua," Verrel melerai Raskal dan Gathenk. Gathenk lantas memasang wajah tak berdosanya.
"Najis muka lo gak usah sok imut Thenk," kata Douglas.
"Adek salah apa Bang Raskal?" kata Gathenk bersembunyi di belakang badan Douglas. Dengan alaynya dia mengerjapkan mata secara lambat-lambat pada Raskal yang suasana hatinya sedang panas. "Aku tuh gak bisa diginiiinnnnnn," katanya lagi dengan nada di lebay-lebay-kan yang justru terdengar sangat aneh untuk seorang cowok.
"Lo kaya meme-meme di Instagram," ujar Verrel jijik. "Lo cowok. Jangan melambai gitu ah."
"Gue cuman pengin merubah suasana. Kayanya tuh cowok taksiran gue lagi panas hati."
"Jadi lo naksir Raskal?" kata Douglas menoleh ke belakang, raut wajahnya tampak jelas benar-benar jijik.
"Kalau gue cewek sih iya," jawab Gathenk. "Mungkin kalau gue lahir kembali ke kehidupan nanti jadi cewek, gue bakalan naksir Raskal. Cowok aja panes dingin ngeliat Raskal."
"Sabar Douglas, untung Gathenk temen lo," kata Douglas pada dirinya sendiri. Gathenk yang mendengar itu meringis pelan.
"Gue bercanda kali. Tapi serius. Yang, 'cowok juga panes dingin kali ngeliat Raskal' nah itu bener."
"Wei-wei ada yang mau lewat. Waspada-waspada. Gue udah laper," kata Douglas.
"Lo sih makan aja Glas. Apa-apa makan. Apa-apa makan," cibir Verrel. "Pantes lo gak kurus-kurus."
"Yaiyalah. Makan itu nggak ada duanya. Makan itu juga ibadah tau. Lagian lo mau mati gara-gara gak makan?"
"Sejak kapan makan itu ibadah?" bisik Gathenk pada Verrel membuat cowok itu mengendikkan bahunya, tak peduli.
"Eh gue denger," toleh Douglas ketika ia mulai menghadang koridor sendirian. Raskal terlihat berdiri di sebelah Verrel dengan menatap lurus pada Douglas yang sebentar lagi akan menangkap mangsanya.
"Gak ikutan lo Thenk? Lumayan buat beli kartu wifi.id," kata Verrel menggoda Gathenk.
Mendengar itu Gathenk langsung semangat. "Ikut-ikut gue. Kalau itu sih gak nolak!" ujarnya semangat.
Padahal kalau Gathenk mau, Gathenk bisa ke rumah Raskal karena di rumah Raskal ada fasilitas wifi yang selalu cowok itu gunakan untuk bermain sosial media atau game online. Contohnya DOTA seperti permainan kesukaan Gathenk atau Get Rich seperti permainan yang Verrel suka. Selama dihukum, Raskal hanya bisa menghilangkan jenuhnya dengan PS kesayangannya.
"Eh bagi duit dong. Lima ribu," kata Gathenk pada seorang cowok yang baru saja akan melewati mereka. "Cepetan bagi. Buset dah lo lama bener," paksanya. Cowok itu akhirnya memberi Gathenk uang lima ribu.
"Nah gini dong. Jadi kan lo boleh lewat," katanya menepuk-nepuk punggung cowok itu selama tiga kali, sok akrab. Cowok itu akhirnya berlalu dari mereka setelah memberi uang.
"Cari mati tuh orang," kata Raskal ketika melihat Teguh berjalan mendekati mereka. Teguh merupakan satu spesies dengan Erwin cuman bedanya cowok itu beda kelas dengan Raskal sehingga kesempatan untuk 'memperbudak' cowok itu hanya sedikit.
"Eh Teguh sini lo!" kata Douglas dengan suara yang sengaja diseram-seramkan. Teguh yang baru sadar di depannya ada Douglas, langsung berputar balik dan ingin lari darinya namun Douglas sudah menarik cowok itu dan membawanya mendekat.
"Main kabur-kabur aja. Mau ke kantin kan lo?" tanyanya. "Woi gue ngomong sama lo! Jangan dikacangin! Tuli lo?"
Teguh meneguk ludahnya, "Iya gue mau ke kantin," cicit Teguh.
"Nah berhubung lo mau ke kantin. Beliin gue makanan gih sono. Apa aja terserah yang penting gue makan. Bakso juga boleh. Dibungkus tanpa kuah."
"Tapi gue cuman bekel 10 ribu."
"Ya itu masalah elo. Pokoknya gue gak mau tau. Lo harus beliin gue itu. Lima menit lo gak balik-balik, gue robohin itu warung Nyak lo."
"E-eh jangan," kata Teguh panik lalu menghela napas. Alamat ia tidak makan hari ini. Douglas itu kalau ngacem emang suka gak main-main. "Iya-iya gue beliin," katanya lagi.
"Ya udah sana lo," kata Douglas mendorong badan Teguh. "Sana!" bentak Douglas membuat Teguh merasa mengecil seperti kurcaci lalu ia mengangguk dan cepat-cepat menuju ke kantin.
"Nama doang Teguh, digertak aja takut!" ucap Douglas.
Gathenk tertawa, "Lo tuh Glas. Emangnya Nyak dia punya warung?"
"Punya. Deket rumah dia. Itu tuh yang ada di kiri jalan. Namanya warung Bu Ani."
"Untung gak warung Bu Sabar," kekeh Verrel.
"Waktu gue jemput adik gue yang lagi main layangan di lapangan, gue liat dia bantuin Nyaknya di warung. Lagi nyuci piring," kata Douglas dengan kedua tangan di pinggang.
"Lo bertiga gak kantin?"
"Gue sih gimana si Raskal. Gue gak laper-laper banget," kata Gathenk melirik Raskal yang ternyata tengah melamun.
"EH TERESA!" teriak Douglas membuat Raskal menoleh dengan secepat kilat. Namun detik berikutnya wajah laki-laki itu kembali datar karena sadar telah dibohongi oleh temannya.
Douglas, Gathenk dan Verrel lantas tertawa bersama. "Ketauan ni yeee lagi mikirin Teresa," Douglas memberi senyum paling menyebalkan yang pernah Raskal lihat. "Tuh adik kelas gue emang paling montok banget dari dulu," katanya lagi dengan suara tok berlebihan di kata montok.
"Eh inget lo masih kelas XII," kata Ghatenk.
"Yang penting gue pernah jadi senior lo-lo pada."
Gathenk melipat tangannya di dada. "Kalau diinget-inget geli banget gue dulu manggil Douglas pake Kakak. Kak Douglas. Kak Douglas."
"Lo kan dulu takut sama gue," kata Douglas dengan alis naik turunnya. "Cuman ni curut aja yang berani sama gue," katanya menunjuk Raskal.
"Jangan lupain dia juga," kata Raskal. Mata cowok itu sudah tertuju pada seorang lelaki yang sedang berjalan di tengah-tengah dua temannya. Namanya Beling. Rumor yang beredar selama ini adalah bahwa cowok itu tengah menanam tanaman Ganja di rumahnya. Pernah ketauan membawa sekotak tembakau ke sekolah. Dan yang terakhir, nama cowok itu akan dicatat buku kelulusan sekolah sebagai berandalan kelas berat di SMA Nusantara. Berdampingan dengan nama Raskal.
"Beling," sebut Raskal.
"Eh ada Yogi sama Saka juga tuh," kata Gathenk. Sekarang ketiga orang itu menatap Raskal, Douglas, Verrel dan Gathenk. Para cowok biasanya akan tersinggung ditatap seperti itu oleh orang yang jenis gendernya sama dengan mereka.
Sejak kelas X. Kelompok Raskal dan Beling tidak pernah bisa akur. Rasa selalu ingin 'diatas' selalu menjadi perkara mereka. Saat-saat di mana ego sedang tinggi-tingginya memang menguasai masa-masa remaja. Apalagi SMA.
"Kenapa lo berempat ngeliat gue kaya gitu?" tanya Beling ketika ia sudah berada di dekat keempatnya. Laki-laki itu dengan angkuh menatap Raskal yang menaikan sebelah alisnya. "Merasa sok jagoan?" tanya Beling.
"Jangan di sini Anjing," desis Raskal pelan, menahan dirinya untuk tidak menerjang Beling sekarang juga.
"Jaga tuh mata," kata Beling. Beling akhirnya berjalan meninggalkan tempat itu. Keempatnya berdiam menatap cowok itu dengan pandangan geram. Raskal yang sudah tidak bisa menahan dirinya langsung saja berjalan menuju Beling dan mendorong Beling dengan sebelah tangannya ke depan.
"Kal," kata Verrel kaget dengan apa yang dilakukan Raskal. Kejadian itu begitu cepat.
"Maju lo!"
Douglas menggertakkan giginya. Ia tau Beling memang sengaja memancing kemarahan Raskal. Terlebih lagi Raskal memang mudah terpancing.
"Ling dia nantang!" kata Saka.
"Habisin aja Ling," kata Yogi, menimpali perkataan Saka.
"Lo pikir gue takut?" kata Raskal.
"Apa maksud lo?" tanya Beling. Badan cowok itu sudah berada di depan Raskal.
"Seharusnya gue yang nanya. Apa maksud lo ngomong itu?" tanya Raskal. "Lo pikir gue sama temen-temen gue takut?"
Akhirnya Douglas memilih maju, bertindak. Kalau ia tidak segera bertindak untuk melerai sudah pasti mereka akan dikerumuni banyak murid. Dan terus terang Douglas malas. Terlebih lagi hanya karena masalah sepele.
"Buruan lo cabut," kata Douglas pada Beling. "Eh, cabut!" suruhnya lagi.
"Douglas!" seru Raskal marah.
"Lo diem," tunjuk Douglas pada Raskal yang terlihat geram. "Buruan cabut sana. Jangan lewat-lewat sini lagi lo bertiga," katanya membuat Beling akhirnya mengalah. Kalau bukan saja karena Douglas memiliki banyak teman alias seniornya yang lebih ganas dari mereka, sudah pasti Beling akan meladeni Raskal. Akhirnya Beling memilih pergi bersama dengan Yogi dan Saka.
Setelah itu Raskal tanpa aba-aba langsung menarik kerah seragam Douglas. Satu tangannya hendak menonjok wajah Douglas namun kepalan tangan itu jadi melayang di udara. Wajah Douglas tampak datar sedatar-datarnya.
"Gak jadi mukul gue?" tanyanya membuat Raskal mengembuskan napas keras lalu menghempaskan kerah baju itu. Dia tidak bisa melakukan itu. "Jujur lo kenapa Kal?" tanyanya. Kini Douglas, Verrel, dan Gathenk menatap Raskal penuh tanda tanya.
Raskal masih tetap diam. Ketika melihat Teresa, Rivka, dan Varra yang sedang berjalan jauh di depan membuat Raskal berdecak pelan.
"Gue disuruh belajar Fisika selama 3 bulan sama Teresa."
****
AN: So, ini Raskal dan Teresa. Menurut kalian?
Boleh bayangin sendiri, sihBuat yang besok ulangan semangat ya!



 Buat yang besok ulangan semangat ya!






       

Btw, Ini aku. Kali aja ada yang belum tau. Kalian bisa kontak Instagram: Poppipertiwi untuk more info yaa.

180 DERAJAT: 3. BELAJAR BERSAMA?

3. BELAJAR BERSAMA?
BRAK.
Suara gebrakan meja itu membuat keduanya tersentak kaget.
"Jadi katakan kenapa kalian terlambat dan manjat tembok belakang sekolah? Kalian tau itu melanggar peraturan sekolah!"
Keduanya yang diomeli oleh kepala sekolah wanita mereka hanya diam. Baik Raskal dan Teresa sama-sama tidak mengeluarkan suara. Mereka seperti dijebak. Di depan mereka ada tiga orang yang lebih tua dari mereka. Dua guru BK dan kepala sekolah. Bu Is dan Pak Ahmad berdiri di samping kepala sekolah mereka yang sedang duduk di kursi.
"Bu kita cuman terlambat. Lagian lebih baik terlambat ke sekolah daripada bolos," kata Raskal yang sedang duduk santai seperti ia duduk di warpeng. Warung pengkol sekolah yang merupakan tempat tongkrongan bagi murid-murid tipe seperti Raskal.
"Diem kamu! Saya belum nyuruh kalian ngomong!"
Raskal akhirnya diam. Ia melirik Teresa yang sedang sibuk meniup-niup poni panjangnya ke atas. Kebiasaan yang sudah Raskal hafal. Oh bukan Raskal saja tapi kebanyakan murid Nusantara suka melihatnya.
"Bisa gak kalian sehariiii aja gak bikin saya pusing?" tanya kepala sekolahnya itu heran. "Kamu juga Teresa. Cewek tapi kelakuannya kaya cowok," tudingnya pada Teresa.
"Bu sekarang saya ada ulangan Kimia. Kalau nilai saya tu--"
"Nyusul!"
Teresa yang dibentak mengalihkan pandang. Ia lebih memilih menatap kalender yang ada di sampingnya. Coba saja Bu Is tidak melihat mereka, mereka pasti tidak akan ada di sini dan ia juga tidak akan terjebak dengan Raskal.
"Atau kalian mau di DO?"
Teresa dan Raskal refleks langsung menatap kepala sekolahnya dengan pandangan kaget.
"Bu apa pun asal jangan DO. Saya janji bakalan berubah," kata Teresa.
"Kamu itu. Janji-janji aja. Sampe sekarang gak berubah-berubah. Kelakuan kamu tetep sama."
"Bu. Ibu boleh ngehukum kita apa aja tapi jangan DO Bu. Kita udah kelas 12," ujar Raskal.
"Tapi sifat kalian bukan sifat anak kelas 12. Seharusnya kalau kalian merasa sudah kelas 12, kalian bisa mikir. Mana yang baik dan mana yang gak baik."
Raskal menatap Bu Is yang berdiri di sebelah Pak Ahmad. Guru BK itu menghela napasnya.
"Bu tolong dipertimbangin. DO gak menyelesaikan masalah," kata Bu Is. "Lagian kita bisa hukum mereka."
"Bener Bu. Mereka sebentar lagi akan ujian. DO bukan solusi yang bijak," kata Pak Ahmad.
"Kalau dihukum saja mereka nggak bakalan jera," kata kepala sekolahnya. "Lagian mereka sudah banyak melanggar peraturan sekolah. Sudah banyak catatan tentang kenakalan mereka berdua."
Peraturan dibuat memang untuk dilanggar. Bagi Raskal memang seperti itu. Lagian bukan hanya mereka berdua saja yang sering melanggar. Banyak murid yang sering melanggar. Banyak murid yang sering terlambat datang ke sekolah. Hanya saja mungkin mereka beruntung lolos dari guru BK.
Kepala sekolah mereka mengetuk meja dengan jari telunjuknya, menimbulkan suara ketukan yang mengisi ruangan hening itu. Raskal dan Teresa tau wanita itu sedang merencanakan sesuatu.
"Nilai kamu sering jeblok kan Raskal?" tanya guru itu membuat Teresa mengerutkan kening sementara Raskal mengangguk pelan. "Pelajaran apa yang gak kamu suka?"
"Fisika Bu," jawabnya jujur.
"Kalau gitu kalian pilih. DO atau belajar kelompok bersama," katanya membuat Teresa dan Raskal sama-sama mengerutkan alis mereka.
"Bu!" seru keduanya.
"Tinggal pilih," ucapnya. "DO atau kerja kelompok. Selama tiga bulan kalian harus belajar kelompok bersama. Terserah tempatnya di mana. Terserah berapa kali dalam seminggu. Dan minggu ini Ibu harus dengar nilai kalian membaik di mata pelajaran Fisika."
"Bu, jangan kerja kelompok. Saya gak mungkin kerja kelompok sama dia," kata Teresa melirik Raskal.
"Saya juga gak mau Bu. Mending saya les privat," ujar Raskal.
"Ya udah les privat aja lo sana. Gue juga gak mau capek-capek kali."
"Sekarang kalian pilih. DO atau belajar berdua. Kalau kalian pilih DO. Hari ini juga kalian akan dipulangkan ke rumah masing-masing."
Keduanya mendengus.
3 bulan? Yang benar saja! Bisa-bisa kepala Teresa pecah.
"Saya gak mau di DO Bu," kata Raskal tegas. Cowok itu sudah duduk tegak dengan benar. "Saya pilih kerja kelompok 3 bulan."
***
"LO TUH!!"
"Aduh-aduh!"
Raskal menjauhkan dirinya ketika Teresa memukul-mukul lengannya. Mereka baru saja keluar dari ruang kepala sekolah.
"Lo tuh kenapa sih?"
"Gue gak mau kerja kelompok sama lo!"
"Terus lo pikir gue mau?"
"Tapi kan-"
"Emang lo mau di DO?"
Teresa diam namun raut wajahnya tertekuk. Benar-benar kesal sekaligus tak bisa berbuat apa.
"Lagian gue gak mau kenal masalah lagi sama orangtua gue."
"Trus seminggu ini nilai Fisika kita harus bagus? Yang bener aja!" Teresa melipat tangannya di dada. Matanya memandang ke arah depan sementara Raskal menatap perempuan di sampingnya dengan pandangan datar. "Mana hari Rabu gue ulangan Fisika."
"Lo pikir lo aja yang ulangan? Hari Sabtu juga gue ulangan Fisika," kata Raskal. "Gak ada cara lain. Cuman itu satu-satunya."
"Kenapa lo gak les privat kaya yang tadi lo bilang di dalem?"
"Gue lagi dihukum. Semua fasilitas kecuali motor gue disita," kata Raskal. "Kenapa gak lo aja?"
Teresa mengusap wajahnya. "ATM gue diblokir," ujarnya.
Keduanya saling pandang. Teresa mengerang kesal.
"Terus gimana?"
"Gak ada cara lain."
"Kerja kelompok gitu? Lo sama gue?" ucap Teresa sambil menunjuk dirinya membuat Raskal mengangguk.
"Besok. Gimana?"
"Besok?!"
"Sialan jangan kenceng-kenceng," protes Raskal.
"Lo yakin besok?"
"Menurut lo?"
Teresa memutar kedua matanya. "Oke besok. Di mana?"
"Tempatnya lo yang atur."
"Oke gampang," kata Teresa namun masih wajah kesalnya terlihat. "Kalau gak gara-gara diancem DO. Gue gak bakalan mau!"
"Ya terserah. Inget besok dan lo jangan kabur."
"Hm."
Teresa meninggalkan Raskal, melewati sebuah lorong lalu melihat sebuah kaca panjang yang bertuliskan "Sudah rapikah saya?" di atas kaca itu. Sejenak Teresa diam. Pandangannya tertuju pada pantulan dirinya.
Sangat tidak rapi.
****



fm: PoppiPertiwiTwitter: PoppiPertiwi_       


180 DERAJAT: 2 DIPANGGIL BERDUA

2. DIPANGGIL BERDUA

"WOI RASKAL!"
Raskal yang baru saja masuk ke dalam kelas langsung disambut heboh oleh ketiga temannya. Mereka sedang duduk santai di belakang dan bersender di dinding. Ketiga lelaki itu sedang mengipasi wajah mereka dengan buku tulis masing-masing. Guratan-guratan merah tampak jelas di dahi mereka. Keringat juga mengalir di lehernya.
"Gila lu Gan," kata Douglas. "Jam berapa nih?" tanyanya sambil melihat jam dinding bulat hijau yang ada di atas papan tulis. "Udah jam sembilan habis upacara lo baru dateng. Memang-memang."
"Time is money, Bro!"
"Ter-ba-ik," timpal Gathenk mengikuti logat salah satu tokoh film kartun negara sebelah. "Pasti lo manjat lagi ya Kal?" tanyanya yang duduk di sebelah Douglas.
"Itu lo tau Thenk," kata Raskal lalu duduk di depan ketiganya. Cowok itu menyisir rambutnya dengan asal.
"Emang Bu Is gak marah Kal?" tanya Verrel. "Tuh guru tau lo telat?"
"Tau," kata Raskal biasa. "Ya dia marahlah. Sampe teriak-teriak tadi. Orang gue sama Teresa ketangkep basah manjat lagi," katanya.
"Teresa?" beo Douglas langsung menegakkan badannya. "Serius sama Teresa Kal?" tanyanya lagi membuat Raskal mengangguk.
"Lo kalau udah cewek aja cepet," kata Raskal. "Mata lo udah ijo noh kaya liat duit," katanya lagi membuat Douglas terkekeh.
"Tau tuh Douglas. Gue kesel banget. Dari tadi ribut banget pas baris di belakang godain adik kelas 11. Mana gue yang dimarahin Pak Ahmad lagi. Kan sialan ya," kata Verrel.
"Ya elah Rel. Gue kan udah minta maaf. Lagian tadi bukan gue aja. Gathenk juga tuh," katanya lagi sambil melirik Gathenk.
"Kok gue?"
"Ya lo juga."
"Gue aja terus. Gue aja. Gue selalu salah."
"Cepet amat lo baper."
"Ribut lo bertiga," kata Raskal.
"Gila nih kelas udah kaya sauna aja!" kata Douglas sambil melirik dua AC yang ada di dalam kelasnya. Tangannya masih bergerak untuk mengipasi wajahnya sementara Gathenk membuka seragam sekolahnya dan mulai mengipasi dirinya.
"Bayar SPP aja mahal tapi AC gak pernah hidup!"
"Eeeh, mantan senior. Awas lo didenger sama guru-guru. Bahaya Glas," kata Gathenk.
"Bodo amat gue," ujarnya cuek. "Emangnya di sekolah ini yang berani sama gue siapa? Gue hajar nanti."
"Gue," kata Raskal polos.
"Ya nggak lo juga kali Kal! Yang lain gitu selain kalian. Lo kan atasan gue. Ah gimana sih," katanya.
Raskal hanya bergumam mendengarnya.
Douglas, cowok badan gede tukang bantai adik kelas yang lemah. Sebenarnya Douglas adalah senior mereka karena cowok itu tidak naik selama 1 kali saat kelas 11. Kalau sudah melihat ia berada di lorong kelas 10 dan 11 maka sudah pasti ia sedang melancarkan aksinya untuk memalak uang jajan para adik kelas. Kesan pertama bertemu Douglas mungkin cowok itu terlihat menyeramkan, tidak mau berbaur dengan teman-temannya, sombong dan juga penentang segala peraturan sekolah yang terlalu ketat. Namun sebenarnya laki-laki itu adalah orang yang ramah-pada orang-orang tertentu.
Gathenk, cowok warnet alias pencinta game online akut. Sering bolos karena tidak bisa lepas dari game online yang sudah merupakan separuh jiwanya. Ia terbiasa tidur di warnet dan juga mojok di kelas dengan laptopnya. Biasanya mungkin anak lelaki nonton yang aneh-aneh apalagi saat mojok namun Gathenk akan lebih memilih bermain game-nya.
Verrel, cowok yang terlihat mungkin lebih berwibawa dari keduanya. Hal itu mungkin karena ia anak seorang pejabat. Meski begitu, Verrel sama nakalnya dengan Duoglas, Gathenk dan Raskal. Berteman dengan mereka bertiga membuat Verrel merasa beruntung karena ketiga kawannya itu merupakan pentolan sekolah yang sangat disegani di SMA Nusantara.
Terutama Raskal yang namanya sangat tersohor. Itu semua karena laki-laki itu sangat aktif pada tawuran dan berbagai petarungan dengan murid-murid sekolah lain. Semua sekolah yang ada di kawasan dekat sekolahnya sudah pernah ia jajah. Maka tidak heran Douglas pun takluk padanya padahal dulu mereka saling bermusuhan karena beda angkatan.
"Eh diluar yok, panes banget gue gak tahan," kata Gathenk.
"Nah ide bagus tuh Thenk mumpung belum ada guru," kata Verrel.
Keempatnya mulai berjalan keluar kelas namun ketika seorang murid lelaki melewati mereka, keempatnya berhenti dan memandangnya yang langsung duduk di bangku yang letaknya tepat berada di meja guru.
Raskal mendekatinya dan berdiri di depan meja cowok itu dengan kedua tangan memegang ujung meja. "Eh, Erwin," panggilnya membuat Erwin mendongak dan menatap Raskal. Sekarang Raskal terlihat sedang menatapnya dengan tatapan itu. Tatapan yang kerap kali membuat Erwin merasa dirinya menciut dan takut.
Erwin berdehem. "Kenapa Kal?" tanyanya meski sekarang ia sudah takut setengah mati melihat wajah Raskal.
Tiga minggu yang lalu Raskal marah besar padanya dan melempar kursi kelas pada Erwin karena tidak mau menuruti perkataannya. Meski tidak kena, namun tetap saja bayangan tentang itu berbekas di kepalanya yang membuat Erwin masih takut bukan main pada Raskal. Selama satu kelas dengan Raskal, Erwin tau cowok itu memang memiliki sifat yang pemaksa. Apa yang ia inginkan harus ia dapatkan. Ia selalu berkuasa penuh pada orang-orang yang tunduk padanya.
"Gue belum piket. Bisa lo piket sekarang?"
"Gue?" tanya Erwin.
"Enggak tapi Bapak lo," kata Raskal. "Yaiyalah lo! Emang siapa lagi?" bentakan Raskal membuat Erwin makin menciut di tempatnya.
"Buruan sebelum gue marah lagi," katanya membuat Erwin langsung berdiri. Tanpa menatap Raskal, cowok itu berjalan cepat menuju ke pojok belakang untuk mengambil sapu.
"Nyapu yang bersih," ujar Raskal. "Eh Ilo gue udah piket ya," katanya pada Ilo yang hanya diam di tempat duduknya. Cowok yang mejabat sebagai ketua kelas itu hanya mengehela napasnya ketika melihat Raskal dan ketiga temannya keluar kelas diiringin gelak tawa bahagia.
Bahagia di atas penderitaan orang lain.
****
"Teresa lo kok baru dateng? Kirain gue lo bolos," suara cewek imut itu terdengar. Ia berlari menuju ke Teresa yang baru saja masuk ke dalam kelas. Teresa melihat Varra dan Rivka berjalan menuju padanya.
"Lo telat lagi Sa?" tanya Rivka.
"Lo tuh gimana sih Riv. Yaiyalah gue telat. Gak liat apa?"
Rivka cengengesan. "Ya gue kan bertanya. Apa salahnya?"
"Udah ah gue mau masuk kelas."
"Eh lo kok bisa telat?" tanya Varra. "Pasti lo kemarin clubbing ya makanya telat?"
"Kaya yang lo bilang Ra."
"Gue selalu tau lo kan?"
"Hm."
"Dah ah gue mau ke kelas. Bahaya kalau Bu Is sampe liat gue. Gue lagi jadi buronan tuh guru BK sekarang."
"Emang tuh guru tau lo telat?"
"Tau banget," katanya. "Sialnya lagi gue sama Raskal ketauan telat bareng."
"Raskal?" tanya Varra dan Rivka spontan bersamaan.
Teresa mengangguk. "Bikin mood gue turun banget. Tadi gak sengaja bareng lewat belakang sekolah dan kita manjat."
"Lo berdua emang gila," ungkap Rivka geleng-geleng kepala. Meski Rivka dan Varra memiliki perilaku yang hampir sama dengan Teresa namun sampai sekarang keduanya tidak pernah sampai sebegitunya. Mereka hanya berani ketika bersama Teresa.
"Gue tau itu."
"Ya udah sih jangan dipikirin," ucap Varra sambil membenarkan anak rambutnya yang terbang karena angin. "Mending kita masuk kelas aja."
Ketika ketiganya hendak masuk ke dalam kelas, belum beberapa langkah pengeras suara yang ada di sekolah mereka bersuara. Suara dari kepala sekolahnya.
Panggilan untuk Teresa Rajata dan Raskal Dananjaya agar segera datang ke ruangan saya.
"Sial," kata Teresa sambil menjambak pelan rambutnya yang terurai.
****



Chat Pi ke LINE@ 💭 : @xgv8109t [inget pake @ ya]